Friday 29 November 2013



MENYEMAI BIBIT KEJUJURAN SEJAK DINI MENGIKIS DEKADENSI MORAL BANGSA
Oleh Aco Wahab, S.Si
Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang seorang ibu yang mengungkap ketidakjujuran dalam kasus nyontek massal dalam ujian nasional SD di sekolah tempat anaknya belajar tahun 2011 silam, walaupun pada akhirnya sang ibu harus mendapatkan konsekuensi  intimidasi dan pengusiran dari kampungnya sendiri. Melihat hal ini tampaknya kejujuran di Indonesia menjadi barang yang mahal lagi langka, atau bahkan sudah menjadi budaya bangsa ini. Walaupun begitu masih ada satu dua orang yang senantiasa memperjuangkan kejujuran ditengah badai kedustaan.
Jujur, satu kata yang mudah diucapkan namun sukar di implementasikan. Terkadang untuk menjadi orang yang jujur harus mengalami benturan-benturan baik itu kebencian, tanggapan sinis, ataupun predikat orang aneh. Aneh memang, secara teoritis kita menganggap bahwa kejujuran itu adalah hal yang terpuji, harus dijunjung tinggi, berapa banyak slogan-slogan baik di instansi pemerintah ataupun swasta, partai politik ataupun non politik, kota-kota besar sampai perkampungan menjadikan jujur suatu hal yang harus dilaksanakan, tapi pada kenyataannya jujur hanya sekedar kata yang digunakan untuk membungkus kebohongan, kedustaan, kecurangan, kelicikan yang tertata dengan rapi. Orang yang ingin dan sedang memperjuangkan kejujuran dibenci, dicerca, mereka mengatakan “zaman sekarang susah untuk jujur”, “ini bukan zamannya lagi”, “kita ikut arus saja”. Bukannya susah, hanya kita yang tidak mau. Bisa jadi karena dibelakang ketidakjujuran, dibelakang kedustaan ada hal-hal yang menggiurkan, ada hal-hal yang menyenangkan sehingga keimanan, prinsip, ideologi, dan moral yang tertanam dikecualikan, dihapuskan, dikompromikan dan ditaruh disuatu tempat kemudian dipakai kembali ketika urusan telah usai.
Menyikapi hal ini menyemai bibit kejujuran sejak dini adalah sebuah solusi. Tidak hanya disemai saja, ditumbuh kembangkan, dipelihara agar nantinya menjadi bunga yang indah, menjadi buah yang lezat. Peran orang tua, peran para pendidik, peran pemimpin dalam menjadikan kejujuran sebagai karakter bangsa sangat besar. Orang tua mendidik anaknya untuk berlaku jujur baik secara perkataan maupun perbuatan, pendidik mengajarkan anak didiknya akan pentingnya sebuah kejujuran, dan para pemimpin mengarahkan bahwahannya agar bekerja dalam kejujuran. Mulailah dari sekarang berbuat jujur, karena ketidakjujuran pokok masalah, akar masalah terjadinya dekadensi moral di Indonesia terutama parasit-parasit yang masih hinggap ditubuh Negara Indonesia ini mereka adalah korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Pernah diterbitkan oleh tribun kaltim, rubrik tribunners, hal 7

No comments:

Post a Comment