MENYEMAI
BIBIT KEJUJURAN SEJAK DINI MENGIKIS DEKADENSI MORAL BANGSA
Oleh
Aco Wahab, S.Si
Tentu
masih segar dalam ingatan kita tentang seorang ibu yang mengungkap
ketidakjujuran dalam kasus nyontek massal dalam ujian nasional SD di sekolah
tempat anaknya belajar tahun 2011 silam, walaupun pada akhirnya sang ibu harus
mendapatkan konsekuensi intimidasi dan
pengusiran dari kampungnya sendiri. Melihat hal ini tampaknya kejujuran di
Indonesia menjadi barang yang mahal lagi langka, atau bahkan sudah menjadi budaya
bangsa ini. Walaupun begitu masih ada satu dua orang yang senantiasa
memperjuangkan kejujuran ditengah badai kedustaan.
Jujur,
satu kata yang mudah diucapkan namun sukar di implementasikan. Terkadang untuk
menjadi orang yang jujur harus mengalami benturan-benturan baik itu kebencian,
tanggapan sinis, ataupun predikat orang aneh. Aneh memang, secara teoritis kita
menganggap bahwa kejujuran itu adalah hal yang terpuji, harus dijunjung tinggi,
berapa banyak slogan-slogan baik di instansi pemerintah ataupun swasta, partai
politik ataupun non politik, kota-kota besar sampai perkampungan menjadikan
jujur suatu hal yang harus dilaksanakan, tapi pada kenyataannya jujur hanya
sekedar kata yang digunakan untuk membungkus kebohongan, kedustaan, kecurangan,
kelicikan yang tertata dengan rapi. Orang yang ingin dan sedang memperjuangkan
kejujuran dibenci, dicerca, mereka mengatakan “zaman sekarang susah untuk
jujur”, “ini bukan zamannya lagi”, “kita ikut arus saja”. Bukannya susah, hanya
kita yang tidak mau. Bisa jadi karena dibelakang ketidakjujuran, dibelakang
kedustaan ada hal-hal yang menggiurkan, ada hal-hal yang menyenangkan sehingga
keimanan, prinsip, ideologi, dan moral yang tertanam dikecualikan, dihapuskan,
dikompromikan dan ditaruh disuatu tempat kemudian dipakai kembali ketika urusan
telah usai.
Menyikapi
hal ini menyemai bibit kejujuran sejak dini adalah sebuah solusi. Tidak hanya
disemai saja, ditumbuh kembangkan, dipelihara agar nantinya menjadi bunga yang
indah, menjadi buah yang lezat. Peran orang tua, peran para pendidik, peran
pemimpin dalam menjadikan kejujuran sebagai karakter bangsa sangat besar. Orang
tua mendidik anaknya untuk berlaku jujur baik secara perkataan maupun
perbuatan, pendidik mengajarkan anak didiknya akan pentingnya sebuah kejujuran,
dan para pemimpin mengarahkan bahwahannya agar bekerja dalam kejujuran.
Mulailah dari sekarang berbuat jujur, karena ketidakjujuran pokok masalah, akar
masalah terjadinya dekadensi moral di Indonesia terutama parasit-parasit yang
masih hinggap ditubuh Negara Indonesia ini mereka adalah korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Pernah diterbitkan oleh tribun kaltim, rubrik tribunners, hal 7
No comments:
Post a Comment