Saturday 3 March 2012

Tugas Mata Kuliah Manhaj (Sejarah Sistematika Nuzulul Wahyu)

Oleh Aco Wahab


BAB 1

Pendahuluan


1.1 Sejarah Penggagas Sistematika Nuzulul Wahyu

Sebelum masuk mengupas sejarah lahirnya sistematika nuzulul wahyu, ada baiknya jika terlebih dahulu mencoba mengenal pribadi penggagas manhaj sistematika nuzulul wahyu, agar kita dapat mengetahui latar belakang lahirnya Sistematika Nuzulul Wahyu.

Riwayat Hidup Abdullah Said

Adalah Abdullah Said penggagas Sistematika Nuzulul Wahyu, dengan nama Muhsin Kahar sebelum Hijrah ke Balikpapan. Lahir tepat pada hari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia hari jumat tanggal 17 Agustus 1945 di Lamatti Rilau, salah satu desa dalam wilayah kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Sulsel).
Beliau pernah menempuh studi di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Alauddin Makassar. Namun hanya satu tahun mengikuti kuliah, lalu berhenti. Dalam buku Mencetak Kader yang ditulis oleh Alm. Mansur Salbu “ sekedar mendapat predikat sarjana? Bukan itu yang diperlukan. Walaupun pada waktu itu title sarjana sangat mahal, bisa membuat orang besar kepala. Bagi Muhsin Kahar, lebih tepat kalau aktif di organisasi, giat berdakwah, dan gencar membaca. Itulah yang menjadi alasannya sehingga meninggalkan bangku kuliah.

Riwayat Organisasi Abdullah Said
*      Organisasi pelajar
1.      Pelajar Islam Indonesia (PII) Makassar
*      Organisai Pemuda
1.      Pemuda Muhammadiyah
*      Organisasi Politik
1.      Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)

 


 

BAB 2

ISI

2.1 Latar Belakang Lahirnya Sistematika Nuzulul Wahyu

Berawal dari ketidakpuasan dengan hasil yang diperoleh dan ingin melakukan akselerasi dalam da’wah Abdullah Said selalu berpikir dan merenung agar mencapai peningkatan demi peningkatan.  Sebagaimana tertulis dalam buku mencetak kader halaman 267
“ Salah satu upaya yang dilakukan adalah selalu mengintropeksi diri, mengevaluasi kembali langkah-langkah yang telah ditempuh. Ungkapan yang  sangat sering terdengar darinya, “jangan ada detik berlalu tanpa membawa kemajuan”.
Dengan bekal tekad seperti itu, Abdullah Said tidak pernah berhenti mencari kiat dan cara untuk mengayun langkah lebih cepat. Alasannya, “Sebenarnya kita sangat terlambat memulai pekerjaan ini sehingga kita harus melakukan percepatan.”
Ada sebuah pertanyaan yang selalu menyeruak dalam benak Abdullah Said di sela-sela kegiatan da’wah sejak masih di Makassar, apalagi setelah berada di Darul Hijrah (Balikpapan) dengan kegiatan yang lebih intens, seperti tertulis dalam buku Mencetak Kader halaman 268.
“Mengapa Nabi Muhammad begitu cepat mencapai hasil sedangkan kita tidak? Dalam jangka 23 tahun Nabi betul-betul dapat merampungkan hal-hal yang mendasar dalam perjuangan. Berhasil merubah peta sejarah. Berhasil merombakkultur jahili menjadi kultur islami. Kita sudah berapa kali 23 tahun, belum ada perubahan yang signifikan ke arah perbaikan  yang kita buat. Padahal kalau berbicara tentang konsep perjuangan, bukankah Al-Quran yang digunakan Nabi Muhammad SAW itu juga yang ada sekarang? Tanpa perubahan sedikitpun. Kalau soal berpedoman pada Al-Quran, semua lembaga perjuangan Islam mengaku Al-Quran sebagai pedomannya. Lalu dimana letak masalahnya?”
Dari hasil berpikir dan perenungan tersebut terjawablah pertanyaan ini bahwa letak kekeliruannya adalah pada cara mempelajari Al-Quran. Sebagaiman tertulis dalam buku Mencetak Kader halaman 269
“Ketemulah Kesimpulan bahwa rupanya letak kekeliruannya adalah pada cara mempelajari Al-Quran. Mungkin karena mempelajari Al-Quran tidak berdasarkan urut-urutan turunnya sehingga cara menyelaminya tidak sistematis. Cara seperti itu seolah-olah juga menunjukkan kita tidak yakin dengan kebenaran metodeber-Islam dan metode dakwah yang diajarkan ALLAH. Pasti bukanlah kebetulan kalau Al-Alaq 1-5 yang pertama diturunkan kemudian surat-surat yang lain. Pasti ada target ALLAH subhanahu wa ta’ala di balik itu.”
Dari kesimpulan tersebut Abdullah Said  mencari pembendaharaan referensi  yang mendukung sistematika nuzulul wahyu, juga meminta guru-guru lulusan pesantren, santri-santri, dan jamaah untuk mencari referensi tambahan agar memperkaya manhaj Sistematika Nuzulul Wahyu.

2.2 Manhaj Sistematika Nuzulul Wahyu

Al-Alaq : Pondasi Dalam Ber-Islam
Surat Al 'Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah. Ayat 1 sampai dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Quran yang pertama sekali diturunkan, yaitu di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berkhalwat di gua Hira'. Surat ini dinamai Al 'Alaq (segumpal darah), diambil dari perkataan Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dinamai juga dengan Iqra atau Al Qalam.
Pokok-pokok isinya:
Perintah membaca Al Quran; manusia dijadikan dari segumpal darah; Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan; manusia bertindak melampaui batas karena merasa dirinya serba cukup; ancaman Allah terhadap orang-orang kafir yang menghalang-halangi kaum muslimin melaksanakan perintah-Nya.
*      Internalisasi Jiwa Tauhid
Dalam buku Mencetak Kader tertulis “Kala itu, wahyu yang turun dan diajarkan oleh Nabi Muhammad baru lima ayat. Namun orang-orang yang tersentuh langsung berubah keyakinan, pola pikir, dan cara memandangnya”. Oleh sebab itu Abdullah Said ingin menanamkan kedalam jiwa tauhid yang benar dengan cara menjadikan pelajaran yang paling utama dan paling tinggi melibihi semua pelajaran yang lain adalah mempelajari La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Sebagaimana tertulis dalam buku Mencetak Kader halaman 275 “Sistem pembelajaran ini dianalogikan seperti Nabi mengajar di rumah Arqom bin Arqom. Di dalamnya terdapat orang tua dan anak-anak, bangsawan dan budak, senior yunior, semua duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Dan pelajaran paling utama dan paling tinggi melibihi semua mata pelajaran yang dikenal orang adalah mempelajari dan meresapi serta menghayati La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah
*      Mengikis Thaga’ (Arogansi)
Masih dalam suroh Al-Alaq terutama ayat 6-7, dalam buku Mencetak Kader dikatakan “ Abdullah Said senantiasa mengontrol perwatakan warga dan santrinya, khawatir kalau-kalau watak thagha’ (arogansi) masih bercokol di dalam hati. Ini poin penting, berpijak pada evaluasi terhadap 5 ayat pertama surat Al-Alaq, yakni pada ayat ke-6 dan7, yang diartikan oleh Abdullah Said dengan “Sekali-kali tidak, karena sesungguhnya manusia itu thaga’ (arogan,sombong). Melihat dirinya serba cukup.”

Memang benar  thaga (arogan,sombong) itu harus dikikis karena itu adalah penyakit hati yang berbahaya, bahkan Rosul pernah bersabda tentang kesombongan ini.

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud rodiyallahuanhu, Nabi Shallallahu Alaihi Wassallam beliau bersadba: “Tidak akan masuk surga orang yang dihatinya bercokol kesombongan meskipun seberat dzarrah. Seseorang berkata : “Sesungguhnya ada seseorang yang senang jika pakaian dan alas kakinya bagus. Bagaimana ini?” beliau Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha indah dan menyukai keindahan. Yang dimaksud dengan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”


Al-Qalam : Cita-cita ber-Quran
Surat ini terdiri atas 52 ayat,termasuk golongan surat-surat Makkiyah,diturunkan sesudah surat Al Alaq.
Nama Al Qalam diambil dari kata Al Qalam yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya pena. Surat ini dinamai pula dengan surat Nun (huruf nun).

Pokok-pokok isinya:
Nabi Muhammad s.a.w., bukanlah orang yang gila melainkan manusia yang berbudi pekerti yang agung; larangan bertoleransi dibidang kepercayaan; larangan mengikuti orang-orang yang mempunyai sifat sifat yang dicela Allah; nasib yang dialami oleh pemilik-pemilik kebun sebagai contoh orang-orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah; kecaman-kecaman Allah kepada mereka yang ingkar dan azab yang akan menerima mereka; Al Quran adalah peringatan bagi seluruh ummat.
Pada suroh ini Abdullah Said banyak menekankan pada ayat ke-2 yaitu:
berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila” (Q.S Al-Qalam(68):2)
Ayat ini merupakan jawaban dari tuduhan orang kafir, ALLAH berfirman:
Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila” (Q.S Al-Hijr (15) : 6) Kata-kata ini diucapkan oleh orang-orang kafir Mekah kepada Nabi s.a.w. sebagai ejekan. Dalam buku Mencetak Kader tertulis mengenai ayat ini (Q.S Al-Hijr (15) : 6): “Bukan orang yang ber-Quran yang gila, tapi sebaliknya orang yang tidak ber-Quran itulah yang gila”. Masih dalam buku Mencetak Kader tertulis
“Abdullah Said menggambarkan kondisi manusia yang tidak ber-Quran sebagai manusia yang dilanda kegilaan. Gila karena tidak normal cara memandang dan pola berpikirnya. Salah dalam memandang kehidupan ini, misalnya dengan menghabiskan waktu dan kesempatan untuk hal-hal yang tidak perlu”.

Al-Muzammil: Ayat-ayat Tazkiyah
Surat Al Muzzammil terdiri atas 20 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al Qalam. Dinamai Al Muzzammil (orang yang berselimut) diambil dari perkataan Al Muzzammil yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang dimaksud dengan orang yang berkemul ialah Nabi Muhammad s.a.w.
Pokok-pokok isinya:
Petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan oleh Rasullulah s.a.w. untuk menguatkan rohani guna persiapan menerima wahyu, yaitu dengan bangun di malam hari untuk bershalat tahajjud, membaca Al Quran dengan tartil; bertasbih dan bertahmid; perintah bersabar terhadap celaan orang-orang yang mendustakan Rasul. Akhirnya kepada umat Islam diperintahkan untuk bershalat tahajjud, berjihad di jalan Allah, membaca Al Quran, mendirikan shalat, menunaikan zakat, membelanjakan harta di jalan Allah dan memohon ampunan kepada Allah s.w.t.
Dalam suroh Al-Muzammil, Abdullah Said menyebut ada enam amalan yang dapat membersihkan jiwa menyuburkan iman, amalan itu adalah
1.      Shalat Lail
2.      Baca Al-Quran
3.      Zikir
4.      Tawakkal
5.      Sabar
6.      Hijrah

Al-Mudatsir: Perintah ke Gelanggang (Dakwah)
Surat Al Muddatstsir terdiri atas 56 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al Muzzammil. Dinamai Al Muddatstsir (orang yang berkemul) diambil dari perkataan Al Muddatstsir yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Pokok-pokok isinya perintah untuk mulai berda´wah mengagungkan Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah; Allah akan mengazab orang-orang yang menentang Nabi Muhammad s.a.w. dan mendustakan Al Quran; tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang ia usahakan.

Al-Fatihah: Menuju Islam Kaffah
Surat Al Faatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat adalah surat yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap diantara surat-surat yang ada dalam Al Quran dan termasuk golongan surat Makkiyyah. Surat ini disebut Al Faatihah (Pembukaan), karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al Quran. Dinamakan Ummul Quran (induk Al Quran) atau Ummul Kitaab (induk Al Kitaab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al Quran, dan karena itu diwajibkan membacanya pada tiap-tiap shalat. Dinamakan pula As Sab'ul matsaany (tujuh yang berulang-ulang) karena ayatnya tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat.
Dalam buku Mencetak Kader tertulis:
 “Alhamdulillahi Rabbil-a’lamin”, menurut Abdullah Said bermakna kalau kita telah memiliki persyaratan Al-Muzammil dan Al Muddatstsir, yang tentu sebelumnya memiliki fondasi iman yang kuat seperti terkandung dalam Al-Alaq 1-5, serta memiliki cita-cita yang amat suci me-landingkan Al-Quran di muka bumi ini (Al-Qalam), Allah akan member rekomendasi sebagai khalifah atau wakil ALLAH di muka bumi.”

No comments:

Post a Comment